Hujan yang turun deras menggenangi area polygron. Tepatnya di depan kelas empat. Berseluncur dari atas kebawah dengan alur berputar sangat mengasikan. Apalagi bersama teman yang ingin selalu duluan.
Poligron yang terdiri dari satu tangga naik, dua seluncuran, satu tempat mendaki dengan tangan serta terowongan menuju tempat seluncuran. Salah satu tiang ada daun yang terbuat dari plastik. Ada yang bewarna merah, hijau, dan kuning di setiap sisinya.
Aku tersenyum melihat seseorang yang ada tangga naik poligron. Celana merah dan baju batik yang dipakainya sudah tertutup dengan lumpur tanah. Sambil memegang bola dan berdiri ditempat yang becek. Aku tidak tahu sudah berapa lama dia bermain di tanah yang becek. Saat hari hujan tempat ini memang paling disukai anak-anak. Air yang tergenang bisa dijadikan tempat berenang. Apalagi bermain kejar-kejaran dengan teman. Ciptakan air yang bercampur tanah tak jadi penghalang untuk bermain. Semua menambah sensasi dan keseruan yang membuat telinga tak mengiraukan panggilan untuk berhenti bermain. Persis sewaktu masa kecil ku dahulu. Rasanya semakin dilarang semakin kuat rasa untuk bermaian. Sehingga sensasi air bisa mengalahkan segalanya.
Dengan gaya yang santai dia berjalan menuju tangga. Ayo, mandi lagi kataku menyapa. Tanpa menunggu jawabannya aku terus berjalan menuju Fino yang sudah setia menemaniku ke mana saja yang kuinginkan. Fino yang berada di bawah cucuran air hujan dari atap mesjid sudah penuh bintik air hujan. Sambil melap dengan kain bermotif kotak aku melirik lagi ke arah anak yang bermain di pelataran poligron. Aku mengawasi setiap sudut, rupanya sudah berada di depan kran. Mungkin dia ingin mandi gumamku dalam hati.
Tak ingin larut dengan kenangan masa lalu aku pun meluncur melewati lereng mutiara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar