Day 5
Di malam yang penuh bintang ini, Winda duduk di balkon. Cahaya rembulan mengintip lewat celah daun kelapa yang berayun ditiup angin malam. "Masih ingat yang tadi siang, non?" Sapa Andin sambil menggoda. Suasana dingin mulai menyelimuti.
Dengan memakai jaket Winda duduk sambil melipat kaki di kursi. Andin, gimana menurutmu apakah tawaran Danang diterima atau tidak? Andin yang ditanya merasa agak ragu. Maklum Andin baru pertama kali bertemu danang. Melihat sikapnya tadi siang, kayaknya harus dipertimbangkan dulu. Selain tidak punya pekerjaan tetap danang secara otomatis sudah membuat Winda meriang dengan sikapnya.
"Sudah lah ndok, tidur lagi!" ujar ibu saat melihat Winda dan Andin masih duduk di balkon. "Iya sebentar lagi," Ujar Winda. Winda bergegas masuk disusul Andin dan memgunci pintu. "Besok kita harus pagi berangkat," ujar Winda pada Andin.
Dipikirannya terbayang terus ucapan Danang. Tunggu Abang ya. Jangan menikah sebelum abang punya pekerjaan tetap, kata Danang saat Winda mengantarkannya di depan rumah.
Pokoknya cari suami yang sekampung, kata ibu. Ibu sudah tua, tidak ada yang mengurus rumah nanti. Ah, semakin di pejamkan mata, semakin terbayang desakan ibu agar cepat menikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar