Sabtu, 30 Desember 2023

Siluet di Atas Sajadah

Hari ini di ambang sore yang terasa panas, sinar matahari yang tajam masih menyisakan hawa memaksa tetesan keringat keluar melalui titik pori-pori. Kipas angin yang membuat putaran angin di ruang persegi mengibaskan sisi mukena ungu berbunga kembang. 

Bunda berusaha menikmati setiap gerakan sholat. Ada kenikmatan dari setiap gerakan. Tubuh yang agak lemah berusaha untuk melakukan sholat dengan sempurna. Melewati hitungan rakaat ke empat, pada sujud terakhir bunda terpaksa hilang konsentrasi. Ada rongga yang sedang dialiri cairan. Terasa meluncur dengan cepat, dalam hitungan detik cairan itu mengukir sajadah. 

Secara refkek dua jari tangan kanan bunda mengapit batang hidung agar tak menumpahkan rona merah pekat. Ucapan tahyatul akhir yang tidak sempurna lalu diakhiri dengan salam. Bunda lansung bangkit dan menampung dengan tangan kiri agar tak berserak di atas sajadah. 

Cairan hangat yang tak bisa dibendung bagaikan saluran air  yang bocor lalu mengalir tanpa kompromi. Melewati tenggoran yang bermuara ke dalam tumbuh dan muncrat melalui hidung dan mulut. 

Tak kuat serapan selembaran kain dan beberapa helai tissu. Dani ambil daun sirih cepat, kata bunda sambil mengambil ember bewarna orange yang terletak di tepi pintu kamar mandi. Ini bun, kata dani sambil menyodorkan daun sirih yang sudah diremas dan dibulatkan. 

Dengan cepat bunda mengambil dan memasukan ke rongga hidung. Sambil berharap darah berhenti mengalir bunda pun tetap berdoa. Ya Allah, ku Terima dengan ikhlas ketentuanmu. Tanpa berspekulasi dengan Sang Pencipta, bunda bermohon ampunan atas segala dosa. 

Di depan ember tak hentinya bunda mengeluarkan darah yang mengalir dengan cepat. Sisi ember pun ke ciprakan sehingga ada guratan membentuk aliran yang tercipta. Hanya dengan mata sendu bunda tetap memandang apa yang ada di depan mata. Pasrah, tapi buliran bening susah untuk ditahan. Mengalir membasahi pipi yang sudah beberapa kali diusap dengan tissu. 

Assalamu'alaikum, terdengar suara ayah yang datang dari kedai. Kita lansung ke rumah sakit saja, kata ayah sambil mencari kunci mobil. 

Nampak kunci mobil, bun tanya ayah. Bunda menggeleng tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Baginya duduk di depan ember telah membuatnya merasa agak mual dan lelah. 

Oh, iya kunci mobil terbawa ke kedai dan tertinggal. Pinjam mobil ibu sebelah saja kata kakak yang selalu ada setiap aku panggil. Mobil nya rusak belum diperbaiki kata, bapak. (Suami kakak) 

Biar dijemput sebentar kata ayah. Selang beberapa lama ayah sudah sampai, terpaksa dengan kecepatan delapan puluh katanya sambil memberikan kunci pada bapak. 

Ada beberapa tetangga yang melihat dan tak sempat disapa. Bunda lansung masuk mobil dan hanya memandang dari balik kaca mobil. Ada bu Fat yang baru pulang dari sekolah, anak, dan beberapa orang yang tak terlihat lagi dengan jelas. Gulungan tisu penutup hidung tetap ditahan dengan jari kiri yang berlepotan darah. 

Sedih rasanya, ingin menangis tapi bunda tetap berbesar hati. Yang dirasakan orang lain mungkin lebih berat dari ini, gumam bunda membathin. 

Pandangan yang mulai kabur karena tidak memakai kacamata. Banyak tikungan yang sudah terlewati. Ketika memasuki pelataran rumah sakit, bunda membuka pintu mobil dan sudah disambut seorang petugas dengan kursi roda. Tanpa bertanya apakah bunda mau berobat atau tidak. Karena ciptakan darah di tisu dan baju sudah mengatakan bunda adalah pasien yang harus cepat mendapat pertolongan. 

Ibu, sabar ya, tunggu sebentar karena bad lagi penuh, kata suster sambil mendorong kursi roda ke tepi. Bunda mengangguk setuju. Untuk sementara di tensi dulu ya bu, kata suster dengan peralatan tensi di tangannya. 

Hanya lima menit suster pun membawa untuk diperiksa. Ini sudah kali keduanya jadi suster lansung memberi suntikan untuk menghentikan darah. Ada rasa mual dan kepalkan jarinya bu, kata suster sesaat akan memasukan jarum ukuran kecil ke pembuluh darah di punggung tangan bunda. 

Bisa minta kantong plastik dulu, Sus. Kata ayah. Untuk antisipasi muntah bunda setelah disuntik. Selembar kantong plastik dengan cepat diberikan suster. Terima kasih Sus, kata ayah saat mengambil kantong dari tangan suster dan memberikan pada bunda. Tarik nafas dan lepas, seketika itu juga bunda manahan rasa sakit dengan memejamkan mata. Boleh lepaskan genggaman tangannya, ujar suster dan menutup bekas suntikan dengan perban, serta melepaskan ikatan di tangan. 

Bunda sudah mulai bernafas lega, perban penahan darah sudah bisa di buang. Namun rasa mual mulai terasa akibat efek obat yang disuntikan. Bunda hanya memandang seonggok darah kental seperti nutrijel bewarna merah kecoklatan ke luar dari mulut. Ada rasa tak percaya mengapa bisa mengumpal. Padahal ingus tidak ada. 

Yah, bisa tanyakan sama dokter, ada rasa panas di dada kata bunda. Gegas ayah menemui dokter ada rasa takut terjadi sesuatu. Dok, bisa cek, istriku dadanya terasa panas kata ayah. Oh ya pak. Kita cek dulu, kata dokter. Dengan menyuruh suster untuk memasang alat cek jantung. Ada beberapa alat yang dipandang di dada dan kaki. Selama alat berkerja, ibu tidak boleh bergerak, kata suster. 

Bunda menikmati alat cek jantung yang bekerja dalam hitungan menit dan hasilnya berupa rekam kerja jantung di selembar kertas keluar dengan bunyi yang khas. 

Setelah ini ibu akan di rujuk ke Dokter THT, kata dokter jaga. Bunda hanya mengangguk pasrah dan bersyukur. Ibu harus pakai tampon dulu, kata suster sambil membawa alat bewarna putih. Lobang  mana yang mengeluarkan darah bu, tanya suster lagi sambil mengarahkan tampon ke lubang hidung. Bunda tidak tahu persis lubang mana yang mengeluarkan darah. Keduanya Sus, kata bunda menyakinkan. 

Akhirnya, dua tampon pun terpasang di dua lobang hidung. Ibu boleh masker menemui dokter THT, kata suster menyodorkan sehelai masker warna hijau. 

Menunggu pasien yang masih berkonsultasi, bunda di depan pintu. Karena pasien rujukan dari UGD, bunda tidak menunggu antrian untuk menemui dokter. 

Saat masuk dokter sudah siap dengan peralatan seperti tang. Ada senter untuk melihat benda di lorong hidung terpasang di kepalanya. Ibu sudah pasang tampon, kata dokter tapi ukurannya agak besar lanjutnya sambil memperhatikan tampon yang sudah terpasang. Iya tadi dipasang di UGD. Kata dokter di UGD nanti dibuka lagi di sini. Tidak bu, saya tidak berani buka nanti darah ke luar. Jadi sampai dua hari kedepan ibu baru di buka, ucap dokter yang duduk berhadapan dengan bunda. 

Silahkan urus rujukan baru di klinik dengan tujuan RSUD. Karena di sana alatnya lengkap, kata dokter perempuan berhijab coklat meyakinkan. Jadi hari sabtu tampon dibuka, kalau hasilnya bagus akan ditindak lanjuti tapi kalau masih ada pendarahan terpaksa pakai tampon lagi, tukas dokter yang membuat bunda agak ngeri juga mendengarnya. 

Bunda jadi penasaran dan ingin mengetahui  tindak lanjut setelahnya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bullying

Mutiara , 30 Agustus 2024. Seluruh siswi kelas empat mengikuti keputrian bersama ustadzah Rifa Rahmatika, S. Psi dari Psikologi. Adapun pemb...